Senin, 05 Mei 2014

GUDEG RASA PARNO

Ini kisah nyata yang pernah diceritakan mendiang Bap ( ayahku ) dan dikonfirmasi oleh Oom-Oomku sebagai saksi sejarah ( widew ):

Waktu itu Bap masih sebagai tunangan Mam (ibuku) – Bap saat itu mahasiswa  UGM sembari bekerja dan kos dekat rumah Mam. Malam itu Bap mengajak oom-oomku yang adik-adik Mam ( usia SMP dan SMA) untuk nonton sepak bola di lapangan. Usai nonton mereka berjalan kaki pulang, perut keroncongan dan di suatu pengkolan jalan kelihatan seorang simbok penjual gudeg duduk sembari menunggui bakul dagangannya. Merekapun memutuskan untuk singgah makan nasi gudeg yang sebenarnya sedikit aneh karena saat itu sebelumnya tidak ada penjual gudeg yang bertahan hingga tengah malam. Selain itu ternyata simbok itu sudah mengemas nasi gudeg dalam bungkusan satu-satu dengan rapih, biasanya khan penjual gudeg akan membungkus sesuai order pembeli. Tapi karena lapar mereka mengabaikan kondisi aneh itu – dan setelah mereka mendapat posisi uenak langsung membuka bungkusan nasi gudeg itu. Waktu dibuka diantara campuran nasi, gudeg – krecek terdapat segumpal daging berbentuk aneh.

Bap bertanya…”Meniki daging nopo mbok?” (terjemahan : Ini daging apa mbok?)

Simbok Gudeg sambil tersenyum diantara sela-sela gigi ompongnya menjawab: “Meniki K****l bojo kula, kula saweg ngethog  sebab-ipun dinggeh kaliyan wanita liyo” ( Ini mr P suami saya – saya potong  sebab dia main dengan wanita lain).”

Bap dan oom-oomku langsung kaget dan membanting bungkusan  nasi gudeg masing-masing – simbok ketawa cekikikan dan melengking seram membelah kegelapan malam. Bap dan oom-oomku langsung ambil langkah seribu. Eh simbok gudeg enggak rela, tiba-tiba ada bola api yang meluncur mengejar mereka. Saat mereka berhenti untuk mengamati bola api itu, ternyata itu kepala simbok gudeg tapi rambutnya berubah bentuk jadi api – mulutnya cengar-cengir mengerikan dan akhirnya lahirlah istilah Glundung Pringis (gelundungan kepala yang bisa meringis). Bap dan oom-oomku langsung berlari lagi sekencang-kencangnya.

Wah kejar-kejaran antara mereka dan si Gelundung Peringis cukup lama dan berhenti saat si Glundung Pringis sudah bosan. Dengan terengah-engah Bap dan Oom-Oomku berjalan pulang, lha dasar cowo-cowo ABG yang perutnya seperti sumur tanpa dasar, lagi-lagi mereka ngajakin makan bakso yang mangkal di pinggir jalan. Saat si abang bakso sibuk meracik pesanan mereka, Bap dan Oom-oomku sibuk membahas si Glundung Peringis. Usai meracik sambil menyodorkan mangkuk-mangkuk bakso, si abang bakso bertanya:

“Mas-mas – nek kalihan kulo sereman sinten?” (Mas…sereman siapa antara saya dengan Glundung Peringis)…sembari mendongakkan kepala dan tampaklah mukanya yang rata tidak ada mata, hidung ataupun mulut.

Whoooaaa, kali ini mereka segera membanting mangkuk bakso dan kembali mengambil langkah seribu.
 by: nia erlina angelia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar