Ini kisah nyata yang pernah diceritakan mendiang Bap ( ayahku ) dan dikonfirmasi oleh Oom-Oomku sebagai saksi sejarah ( widew ):
Waktu
itu Bap masih sebagai tunangan Mam (ibuku) – Bap saat itu mahasiswa
UGM sembari bekerja dan kos dekat rumah Mam. Malam itu Bap mengajak
oom-oomku yang adik-adik Mam ( usia SMP dan SMA) untuk nonton sepak
bola di lapangan. Usai nonton mereka berjalan kaki pulang, perut
keroncongan dan di suatu pengkolan jalan kelihatan seorang simbok
penjual gudeg duduk sembari menunggui bakul dagangannya. Merekapun
memutuskan untuk singgah makan nasi gudeg yang sebenarnya sedikit aneh
karena saat itu sebelumnya tidak ada penjual gudeg yang bertahan hingga
tengah malam. Selain itu ternyata simbok itu sudah mengemas nasi gudeg
dalam bungkusan satu-satu dengan rapih, biasanya khan penjual gudeg
akan membungkus sesuai order pembeli. Tapi karena lapar mereka
mengabaikan kondisi aneh itu – dan setelah mereka mendapat posisi uenak
langsung membuka bungkusan nasi gudeg itu. Waktu dibuka diantara
campuran nasi, gudeg – krecek terdapat segumpal daging berbentuk aneh.
Bap bertanya…”Meniki daging nopo mbok?” (terjemahan : Ini daging apa mbok?)
Simbok
Gudeg sambil tersenyum diantara sela-sela gigi ompongnya menjawab:
“Meniki K****l bojo kula, kula saweg ngethog sebab-ipun dinggeh kaliyan
wanita liyo” ( Ini mr P suami saya – saya potong sebab dia main
dengan wanita lain).”
Bap dan oom-oomku langsung kaget dan
membanting bungkusan nasi gudeg masing-masing – simbok ketawa
cekikikan dan melengking seram membelah kegelapan malam. Bap dan
oom-oomku langsung ambil langkah seribu. Eh simbok gudeg enggak rela,
tiba-tiba ada bola api yang meluncur mengejar mereka. Saat mereka
berhenti untuk mengamati bola api itu, ternyata itu kepala simbok gudeg
tapi rambutnya berubah bentuk jadi api – mulutnya cengar-cengir
mengerikan dan akhirnya lahirlah istilah Glundung Pringis (gelundungan
kepala yang bisa meringis). Bap dan oom-oomku langsung berlari lagi
sekencang-kencangnya.
Wah kejar-kejaran antara mereka dan
si Gelundung Peringis cukup lama dan berhenti saat si Glundung Pringis
sudah bosan. Dengan terengah-engah Bap dan Oom-Oomku berjalan pulang,
lha dasar cowo-cowo ABG yang perutnya seperti sumur tanpa dasar,
lagi-lagi mereka ngajakin makan bakso yang mangkal di pinggir jalan.
Saat si abang bakso sibuk meracik pesanan mereka, Bap dan Oom-oomku
sibuk membahas si Glundung Peringis. Usai meracik sambil menyodorkan
mangkuk-mangkuk bakso, si abang bakso bertanya:
“Mas-mas –
nek kalihan kulo sereman sinten?” (Mas…sereman siapa antara saya
dengan Glundung Peringis)…sembari mendongakkan kepala dan tampaklah
mukanya yang rata tidak ada mata, hidung ataupun mulut.
Whoooaaa, kali ini mereka segera membanting mangkuk bakso dan kembali mengambil langkah seribu.
by: nia erlina angelia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar