Undangan berwarna biru dengan
tulisan warna emas yang tercetak rapi, tergeletak diatas meja makan. Hal
tersebut mendorongku untuk segera membuka dan membacanya walaupun perutku sudah
berbunyi keroncongan minta diisi.
Isteriku berkata, "Mas,
Itu undangan dari Jakarta untuk hari Sabtu depan. Itu lho, Bu Kuncoro yang di
Cikini mantu, kita datang ya! Kan salah satu famili dekat.”Sambil membaca kartu
undangan itu aku manggut-manggut tidak menyahuti kata-kata isteriku.
Isteriku membujuk lagi dengan
berkata, "Maas, kan sudah beberapa bulan ini kita tidak ke-Jakarta, aku
sudah kangen dengan keluargaku, pasti semua datang ke-pestanya, “disambung
dengan rayuannya lagi "sekali-sekali pergi menghilangkan stress kan
boleh. Jakarta dekat ini, ya Mas, ya.”Setelah menyelesaikan membaca undangan
itu Aku kemudian menatap Isteriku dan mengangguk-kan kepala tanda setuju sambil
tanganku meraih sendok dan segera menyantap makan malam.
Isteriku melonjak kegirangan
dan berteriak kepada putri kami yang tiga bulan lagi berumur dua tahun ,
"Nanda, nanti kita jalan-jalan ke Jakarta sama Papa".
Tak terasa hari Sabtu-pun tiba
dan dan putriku Nanda sudah tiga kali menanyakan kapan akan berangkat
jalan-jalan seperti yang dijanjikan oleh Ibunya. Setelah menaikkan semua tas
dan perlengkapan keatas mobil, kamipun berangkat dari Bandung menuju Jakarta.
AWALNYA..
Sejak kawin tiga tahun yang
lalu, kami pindah dari Jakarta dan menetap di Bandung karena tugas dari
kantor-ku. Kami tinggal dirumah kontrakan yang tidak terlampau besar dan
beruntung mendapat fasilitas kendaraan berupa mobil dari kantor sehingga
kadang-kadang kami bisa pergi bertamasya ketempat-tempat rekreasi dengan
menggunakan mobil kantor, seperti saat ini.
Udara pagi yang sejuk terhisap
memasuki paru-paru menimbulkan suasana yang tenang dan menggembirakan,
pemandangan dikiri-kanan jalan sangat indah, apalagi lepas dari Cianjur
mendekati Puncak. Putri-ku Nanda tak henti-hentinya bertanya ini-itu mengenai
hal-hal baru yang dilihatnya dan rasa senangnya karena diajak naik mobil pergi
bertamasya.
TELAGA WARNA PUNCAK
Setibanya di Puncak, Isteriku
menyarankan dan berusaha membujuk-ku untuk berhenti sebentar beristirahat di
Telaga Warna Puncak menikmati udara sejuk nan menyegarkan. Kalau saja aku bisa
mengetahui peristiwa menggetarkan hati yang kelak akan terjadi, pasti akan
kutolak mentah-mentah permintaan Isteriku itu.
Aku meminggirkan mobil dan
parkir di-kawasan Telaga Warna, Isteriku menarik-narik tanganku sambil
membimbing Nanda kearah tepi telaga dan duduk dengan santai sambil tak
henti-hentinya mengoceh. Nanda dan aku mendengarkan dengan asyik.
Ia menceritakan berbagai hal
menarik yang akan dilakukannya di Jakarta dan keinginan-keinginannya setibanya
nanti di-Jakarta, juga pesta perkawinan yang pasti akan sangat meriah yang akan
kami hadiri dan belanja oleh-oleh kesukaannya saat akan pulang ke Bandung. Tak
terasa waktu berlalu dengan cepat, setelah puas menikmati keindahan disekitar
telaga, kemudian kami-pun meninggalkan Telaga Warna dan melanjutkan perjalanan
ke Jakarta.
Saat itu, jalan tol
Jakarta-Bogor-Ciawi sedang dalam proses pembuatan dan belum selesai, sehingga
untuk ke-Jakarta masih harus melalui jalan Bogor lama.
Setibanya di-Bogor, Isteriku
meminta mampir di-toko roti terbesar di Bogor saat itu untuk membeli roti dan
penganan pengisi perut selama perjalanan. Nanda kecapean dan terlihat tidur
dengan lelapnya di Jok belakang, dan aku malas untuk turun, jadi Isteri-ku
turun sendirian dan pergi masuk ke-toko roti tersebut untuk berbelanja.
Aku menunggu dimobil bersama
Nanda yang tertidur pulas.
ISTERIKU DENGAN PARFUM BAU
KEMBOJA
Sekejap kemudian terlihat
sesosok wanita yang persis berwujud Isteriku mengenakan pakaian seperti yang dipakai
Isteriku sambil membawa bungkusan besar berisi roti dan makanan lainnya datang
mendekat ke mobil. Tentu saja segera kubukakan pintu mobil karena kusangka
Isteriku. Saat ia masuk kemobil sekilas tercium bau bunga kamboja bercampur
menyan yang membuat bulu kudukku berdiri.
Akan tetapi karena melihat
wajah Isteriku yang berseri-seri dan berkata bahwa ia telah membelikan beberapa
roti kesukaanku maka aku segera melupakan hal aneh yang muncul bersamaan dengan
kedatangan Isteriku ini.
Mobil ku-stater dan kemudian
meluncur pergi dari toko roti di-Bogor guna melanjutkan perjalanan ke-Jakarta.
Sayangnya mataku kurang jeli, sehingga tidak melihat bahwa beberapa detik
sebelum mobil keluar dari area toko roti, Isteriku yang asli muncul dipintu
toko dengan membawa bungkusan besar berisi roti dan melihat mobilku meluncur
pergi dengan membawa wanita lain.
ISTERI ASLIKU MARAH BESAR
Isteriku marah besar dan
mengira bahwa aku telah pergi (lari) meninggalkannya dengan membawa wanita
lain, seketika itu juga dibantingnya bungkusan hasil belanjaanya dan dengan air
mata bercucuran kemudian lari pulang ke-Bandung. Hatinya dipenuhi dengan emosi,
cemburu, marah, sedih dan kesal bercampur jadi satu. Mulutnya membisikkan
kata-kata ancaman yang lirih “Awas kalau pulang nanti,” berkali-kali
tanpa henti sepanjang perjalanan kembali ke-Bandung.
Fikirannya yang dipenuhi rasa
marah dan cemburu, terus bertanya-tanya, siapakan wanita yang menjadi simpanan
suaminya itu dan telah pergi bersama suaminya? Mengapa dirinya ditinggalkan begitu
saja tanpa menengok sedikitpun, sungguh tak berperasaan. Bagaimana dengan
anaknya Nanda, apakah dia sedang menangis menanyakan ibunya atau sedang apa? Jahat sekali suaminya itu, akh kalau saja tahu hati suaminya seculas itu, tak
akan mau dia diperistri bila hanya untuk disakiti hatinya. Rasa benci menyeruak
di-hatinya yang sedih dan luka bagai tertusuk sembilu.
Sesampainya dirumah langsung
ia membanting dirinya ke atas tempat tidur dan menangis tersedu-sedu sambil tak
henti-hentinya mengeluarkan ancaman..
ISTERIKU BERMANJA-MANJA
KEPADAKU
Sementara itu tidak
sedikitpun terlintas difikiranku mengenai keadaan Isteriku itu dirumah, malah
aku terlibat dengan pembicaraan yang romantis dengan wanita yang kukira
Isteriku ini. Selama dalam perjalanan ini aku sangat menikmatinya, karena
tidak tahu kenapa istriku bertambah genit dan manja-manja terhadapku,
hingga beberapa kali pipiku diciumnya mesra yang membuat hatiku semakin
berbunga-bunga.
Isteriku ini kemudian
merapatkan duduknya dan merebahkan kepalanya kepundakku dan berkata “Maas,
kalau bisa aku ingin peristiwa ini jangan cepat berlalu.” Aku berfikir sambil
membathin, lho ini khan masih awal dan masih banyak lagi waktu
sesampaimya di Jakarta nanti. Sewaktu rambutnya menyentuh pipiku, saat itu
kembali sekilas tercium bau wangi bunga kamboja bercampur menyan, sehingga bulu
kudukku berdiri lagi. Ihh.. Dalam hati aku berjanji membelikan shampo
luar negeri untuk isteriku, karena bau wangi shampo yang ia gunakan sekarang
ini menimbulkan rasa takut dihatiku.
SETIBA DI JAKARTA
Akhirnya setelah tiba di
Jakarta, Aku langsung menuju ke hotel yang terdekat dari Cikini, dan memesan
kamar untuk satu malam, karena ingin beristirahat sejenak menjelang resepsi
malam nanti. Nanda sangat senang dan bernyanyi-nyanyi kecil dengan lucunya
sambil menyentuh barang-barang hiasan yang ada dikamar hotel. Lagaknya bagai
kupu-kupu yang terbang mengitari bunga-bunga yang sedang mekar mewangi.
Sore hari, setelah memandikan
Nanda, Isteriku mengajak mandi bersama, ini sebetulnya diluar dari
kebiasaannya, tapi tentu saja aku mau, permintaan seperti ini jelas nggak akan
kutolak. Didalam kamar mandi, isteriku mesra berbisik meminta hubungan intim,
awalnya aku kurang setuju, tapi dengan sangat ahli ia membangkitkan hasrat
kelaki-lakianku.
Koper dibuka dan
pakaian-pakaian didalamnya dicoba dan dipatut-patutkan ke tubuhnya sambil
bergaya didepan kaca, hingga akhirnya ia memutuskan menggunakan baju warna
hijau yang memang serasi dengan warna kulitnya yang putih.
ACARA RESEPSI BERLANGSUNG MERIAH
Acara resepsi
pernikahan putra Bu Kuncoro sangat meriah dan memang banyak keluarga datang,
tentu saja bagaikan reuni keluarga besar, kami saling bertanya dan bercerita
situasi terakhir dalam keluarga dengan gembira. Beberapa kali Nanda datang
kepadaku minta dibersihkan pipinya yang berwarna merah bekas lipstik karena
dicium gemas oleh tante-tantenya. Saat foto bersama, mulanya Isteriku menolak
keras, tapi setelah didesak-desak akhirnya mau juga. Beberapa famili mengajak
kami bermalam dirumah mereka tapi dengan halus kutolak karena sebelumnya sudah
memesan kamar dihotel.
Akhirnya acara resepsipun usai
sudah dan satu demi satu para tamu pamit pulang, demikian juga kami. Dalam
perjalanan kembali ke hotel terlihat sekali isteriku sangat bahagia karena
celotehnya yang sangat bersemangat mengenai suasana resepsi tadi, dimana aku
hanya mendengar dan meng-iyakan ucapan-ucapannya saja.
BERGAIRAH DAN MENGAJAK BERCINTA
Nanda terlihat kelelahan
dan segera tertidur pulas begitu kepalanya menyentuh bantal tempat tidurnya,
melihat putrinya telah tertidur. Isteriku melepaskan pakaian pestanya satu demi
satu sambil menggerakkan tubuhnya dengan erotis, berusaha memancing gairahku,
dan setelah terlepas semuanya langsung menerkam diriku dan mengajak bercinta.
Malam itu entah beberapa kali
hubungan intim telah kami lakukan hingga rasanya tulang-tulangku hampir
terlepas karena kelelahan melayani hasratnya yang tak pernah padam, sehingga
saat matahari telah tinggi kami masih tertidur kelelahan.
Lewat tengah hari baru kami
berangkat pulang ke Bandung. Perjalanan pulang agak lambat karena kami banyak
berhenti untuk belanja oleh-oleh, lagi pula aku menjalankan kendaraan perlahan
karena masih agak mengantuk. Nanda sepanjang jalan kembali tertidur pulas,
mungkin karena masih kelelahan, sekilas terlihat senyum manis dibibirnya.
KEMBALI KE TELAGA WARNA
Menjelang Maghrib saat
mobil mendekati Puncak, Isteriku mendesak untuk berhenti sebentar agar kembali
beristirahat di Telaga Warna, aku menolak karena perjalanan masih jauh lagipula
sudah menjelang Maghrib. Tapi karena ia terus bersikeras dengan bujukan dan
alasan yang kadang menurutku sulit diterima akal, maka akhirnya aku mengalah
dan memarkir mobil di kawasan Telaga Warna. Saat itu suasana masih agak terang.
Nanda, walaupun sudah
terbangun tapi masih menggeliat malas untuk berjalan, sehingga kubopong turun
mengikuti isteriku ke tepi telaga, setelah duduk suasana menjadi santai,
Isteriku berkata dengan serius kepadaku, bahwa perjalanan ini tak akan pernah
dilupakannya dan Ia mencium pipiku berkali-kali guna lebih menguatkan
kata-katanya. Kelakuannya ini ku-rasakan agak aneh seakan dia tidak akan pernah
bertemu denganku lagi.
MENGAPA "DIA”TERJUN KE TELAGA?
Saat terdengar Adzan Maghrib mendayu-dayu,
tiba-tiba dan tak tersangka-sangka Isteriku menerjunkan dirinya ke dalam
Telaga Warna, tentu saja aku terkejut setengah mati apalagi mendengar putriku
berteriak histeris dan kemudian menangis meraung-raung memanggil-manggil
ibunya, “Mamaaaa.maama."
Setelah menunggu beberapa saat
dan tidak muncul juga dari dalam telaga, maka akupun berteriak-teriak memanggil
namanya dan langsung terjun ke dalam air telaga untuk mencari Isteriku, beberapa
orang berkumpul melihat kelakuanku yang aneh, kucoba menjelaskan peristiwa yang
terjadi dengan suara terbata-bata dan tubuh gemetar kebingungan, beberapa orang
kemudian tergerak untuk ikut terjun berusaha mencari isteriku di dasar telaga.
Beberapa wanita yang ada berusaha membujuk mendiamkan putriku yang terus
menangis.
Setelah mengobak seluruh
telaga selama lebih dari dua jam dibantu oleh banyak orang tanpa hasil. Dengan
baju basah kuyup dan tubuh menggigil kedinginan serta perasaan yang tak
menentu karena sangat sedih, maka akupun memutuskan untuk kembali ke Bandung
dan berniat untuk melakukan pencarian lanjutan esok pagi. Apalagi Nanda
terus menangis memanggil-manggil ibunya yang telah terjun kedalam telaga dan
tidak berhasil ditemukan. Saat itu fikiranku terus bertanya-tanya “Mengapa
Istriku tega sampai berbuat begitu? Apa salahku? Setelah begitu lama tidak
muncul dari dalam air apakah mungkin ia telah mati!
PULANG KERUMAH DI BANDUNG
Aku menjalankan mobil pulang
ke Bandung sambil ngebut agar cepat sampai di rumah, dan berniat untuk
mengabari saudara-saudaraku perihal Istriku, agar mereka esok membantu dalam
upaya pencarian. Dengan perasaan sangat sedih dan terpukul atas musibah ini,
akupun masuk kedalam rumah dan.
Mendengar suara mobil memasuki
rumahnya, Isteriku yang masih belum tidur, bangun dan meloncat mengintip dari
jendela kamar, mengetahui bahwa suaminya pulang, timbullah lagi rasa marah atas
perbuatan suaminya yang disangkanya pergi meninggalkan dia sendirian ditoko
roti di-Bogor bersama wanita yang tidak dikenalnya.
Diambilnya sepatu hak
tingginya dan berlari ke pintu depan.
Betapa terkejutnya aku ketika
membuka pintu depan, sepasang sepatu hak tinggi mendarat telak dikepalaku, dan
pelakunya tak lain adalah ternyata isteriku.
TERNYATA ISTERIKU MASIH HIDUP
Wajahku pucat pasi kaget
setengah mati, bahkan aku ketakutan bagai melihat hantu, sehingga tak terasa
sakitnya kepalaku yang benjol-memar karena terlempar sepatu. Bagaimana mungkin
isteriku yang hilang tenggelam di Telaga Warna ternyata malah sekarang muncul
dihadapanku dengan wajah marah menakutkan dan suara menggelegar keras,
mengumpat dan memaki. Dengan terpana-bengong dan perasaan tak karuan, aku cuma
bisa berdiri mematung didepan pintu. Istriku masih terus melemparkan segala
macam benda kearahku sambil memaki-maki. Nalarku masih kacau belum jalan, aku
tak berusaha menghentikannya, masih bingung.
"Ka.kaau .ternyata masih
hidup, kukira sudah mati tenggelam.” Kataku ketakutan dan dengan suara
terbata-bata. Setelah mendengar kata-kataku, dan melihat keadaan diriku yang
kacau, Isteriku malah bingung, apalagi kemudian Nanda menghambur masuk dan
memeluk ibunya sambil berteriak keras : “Mama. jangan lompat lagi ke danau,
Nanda takuuut.” Terkejut Isteriku sehingga terlupakan kemarahannya, dan matanya
melotot menatap kearahku minta penjelasan, sambil mendekap Nanda yang menangis
sesenggukan dipelukannya.
Aku sendiri masih belum bisa
mencerna dengan baik atas situasi yang tak terduga-duga ini dan terpaku
keheranan. Melihat aku tidak memberikan jawaban, timbullah lagi marahnya dan berteriak
keras mengejutkanku. “Mengapa kau tinggalkan aku sendirian di Bogor, dan
siapa wanita sialan itu!” Fikiranku berusaha menyimak kata-katanya, 'Ditinggal
di Bogor? Siapa wanita itu? Apa yang terjadi? Bukankah aku pergi dengannya ke
Jakarta? Lalu siapa kalau begitu wanita yang menyerupai dirinya dari Bogor
hingga terjun ke telaga?'
BARU KUSADARI BAHWA YANG BERSAMAKU ITU BUKAN ISTERIKU
Tiba-tiba aku berteriak keras
: “Tidaaaaaaak!” “Aku tidak tahu bahwa itu bukan kau! Mahluk itu
menyerupai kau kukira itu kau.” Lanjutku keras. Kemudian aku memeluknya dan
berkata dengan penuh perasaan, “Syukurlah bahwa kau masih hidup, kukira sudah
matiiiii!"
Karena aku memeluknya seakan
takut kehilangan dirinya, cairlah emosinya dan tenang, kemudian meminta
penjelasan lengkap dariku.
Kujelaskan kronologis
kejadiannya, tentu saja dengan menyembunyikan bagian hubungan intimku dengan
mahluk itu, tak percaya Isteriku atas ceritaku yang tak masuk diakalnya, untuk
lebih meyakinkannya kuajak dirinya untuk menelepon interlokal ke Jakarta.
JADI YANG BERSAMAKU
ITU MAHLUK JEJADIAN?
Terkejut Pamannya mengetahui
kejadian ini, atas permintaanku dan keingin-tahuannya atas peristiwa yang
terjadi ini, esok harinya dengan kereta-api terpagi segera ia berangkat ke
Bandung.
Pamannya sendiri dengan
bersumpah meyakinkan Isteriku bahwa aku, suaminya saat itu datang ke resepsi
pernikahan bersama dia, Isterinya, malah foto-foto keluarga bersama, nanti bila
sudah dicetak akan dikirim ke Bandung. Paman terpaksa bermalam di Bandung
karena Isteriku sangat terpukul dan histeria dengan kejadian ini, masih belum
masuk diakalnya kejadian ini bisa terjadi.
Keesokan harinya salah seorang
putra paman datang dengan keluarga yang lainnya dan ikut meyakinkan isteriku
dengan kesaksian mereka dan membawa hasil cetakan foto-foto perkawinan, mereka
dengan sangat bingung memperlihatkan foto yang ada diriku, putriku Nanda sedang
menggandeng bayangan kosong. Ternyata mahluk berwujud isteriku itu tidak nampak
dikertas foto.
Tiba-tiba isteriku terhuyung,
dengan cepat kupeluk tubuhnya agar tidak jatuh, ternyata ia pingsan. Kejadian
ini begitu dahsyat menghantam jiwanya hingga tidak tahan.
Mungkin terbayang difikirannya
apa saja yang mungkin dilakukan oleh suaminya terhadap mahluk itu karena
mengira bahwa mahluk itu adalah dia isterinya. Siapa yang tahu kecuali aku dan
iih. mahluk yang menjijikan itu.
SIAPAKAH SESUNGGUHNYA YANG BERSAMAKU ITU DI JAKARTA?
Hingga saat ini semua masih
tak mengerti, siapakah sesungguhnya wanita yang bersamaku itu, yang naik
ke mobilku mulai dari toko roti di Bogor, tidur dihotel bersamaku yang akhirnya
terjun ke Telaga Warna? Demikian juga yang ada difikiran Isteriku dan
keluarganya.
Sedangkan Nanda masih sering
bercerita kepada keluarga yang datang bahwa dirinya sangat senang diajak pergi
jalan-jalan ke Jakarta bersama ibunya, menginap dihotel, pergi ke pesta, ia
masih belum bisa mengerti bahwa dengan siapa dia pergi itu bukan ibunya asli.
Suatu malam aku bermimpi
didatangi oleh mahluk hijau yang menyeramkan, berbadan reptil seperti bunglon
tapi kepalanya menyerupai Isteriku, ia minta maaf telah mengacaukan keluargaku
dengan mewujud dan menggantikan Isteriku pergi ke Jakarta. Itu karena dia
tertarik mendengar celoteh Isteriku yang mesra ditepi telaga mengenai enaknya
bepergian ke pesta pernikahan, jadi ia ikut dalam mobilku karena ingin tahu,
begitu melihat Isteriku pergi masuk ke toko roti, ia mendapat kesempatan dan
mendahului masuk kemobil dengan mewujud menyerupai Isteriku.
Mahluk itu bilang bahwa ia sangat
menikmati perjalanan itu dan tidak akan pernah melupakannya, berharap demikian
juga denganku. Akhirnya dia minta maaf atas segala perbuatannya itu dan juga
minta maaf kepada Isteriku.
Hatiku yang tadinya emosi mendengar
pengakuannya akhirnya luluh dan memaafkannya karena melihat tetesan air mata
dipipinya tanda penyesalan dan ketulusan hatinya.
Mahluk itu kemudian lenyap
setelah sebelumnya mendoakan agar keluargaku selalu rukun-rukun dan bahagia.
Seperti diceritakan
kepada H. Mohammad B.I.
<p>Semua
kejadian-kejadian diatas adalah peristiwa yang sebenarnya terjadi, bukan
fiktip, hanya nama-nama dan lokasinya saja yang disamarkan. </p>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar